Senin, 30 Maret 2015

Aku

ketika seorang kesatria gagah menjatuhkan pedangnya dan menghentikan pertarungannya, 
itu bukan berarti ia kalah dan menyerah 
itu karna ia tau bahwa kini sang putri tak lagi menginginkannya. 

begitu juga aku, aku berhenti dalam perjuanganku untuk mendapatkanmu lagi.

itu bukan karna aku berhenti mencintaimu, tapi aku tau kini kamu tak lagi menginginkan aku. dan aku iklas menerima semua ini bukan karna aku tak mampu karna aku tak mau melihatmu menangis.
akulah rasa sakit yang kau jatuhkan dari matamu. dan aku adalah mimpi buruk dari kebahagiaanmu.:)

Am

Dulu, setelah kamu pergi dengan percuma, sampai sekarang pun, semua tidak ada yang
berubah. Aku,  tetaplah menjadi aku. 
Aku  yang selalu merindukanmu, aku yang selalu
memanggil namamu diam-diam. 
Hari-hari
semenjak kamu pergi, semua terasa dingin.
Ini darahku mengalir tanpa ada rasa bahagia. Semua benar-benar biasa. Tidak ada satu pun
warna yang dapat mengukir senyum di kedua
bibirku.

Aku selalu berharap kelak kamu akan  pulang dan kembali membahagiakan aku.
Setiap hari, saat senja pulang ke tempatnya,
aku selalu menitipkan rindu di sana. Saat purnama menyapa, 
tak luput aku juga
menitipkan rindu dengan alasan yang sama:
Aku ingin kamu pulang. 
Itu saja. Dan,
sesederhana itu pintaku pada Tuhan.

Aku ingin merengkuh jemarimu seperti  yang sering dulu ku lakukan. 
Lalu, kamu menggamit tanganku erat. 
Aku rindu perihal yang pernah kita lewati bersama. 
Aku rindu
senyum yang tampak keasliannya. 
Senyum yang memang benar-benar aku sedang  bahagia karenamu. 
Bukan seolah-olah aku jadikan senyum sebagai tameng penutup luka.
Ketahuilah, 
itu sangat menyakitkan bagiku.
Hingga akhirnya aku tersadar, bahwa aku pun tidak seharusnya menjadi aku untuk  kesekian lamanya.  

Aku harus menjadi aku  yang baru. Menjadi aku yang lain. 
Menjadi aku yang bisa dan terbiasa tanpamu.
Sejujurnya, itu sangatlah menyakitkan. 
Sebab
aku harus melawan arus hati. 
Dan ketahuilah,
itu tidak begitu mudah seperti apa yang kamu terka. 
Aku harus dengan segera menghapus segala rasa. 
Aku harus dengan segera mulai
terbiasa.

Jika pada akhirnya aku gagal, mungkin aku akan kembali menjadi aku yang dulu.
Aku yang tetap mencintaimu, 
walau kamu tidak lagi pernah membuka hatimu untukku.
Aku yang tetap merindukanmu, 
walau kamu tidak lagi pernah mendengarkan lara tentang  rinduku. 
Biar aku tenggelam bersama senja dengan rindu yang sama. 
Biar purnama menerangi malam-malam gelapku dengan
rindu yang sama pula.
Kelak, akan ada senja-senja yang lain 
yang dapat mengukir senyumku. Senja yang beda, di tempat yang berbeda. 
Kelak, akan ada rekata bintang yang lain yang menerangi malam gelapku. Sehingga aku tidak lagi harus
menitipkan rindu dengan alasan yang sama :)

Kepergianmu.

Hari berganti, waktu pun berlalu tak mau memahami
Embun pagi pun kini tak sesejuk saat kita masih bersama
Saat dimana kita melewati rintangan dengan janji kesetiaan
Dedaunan yang indah setip kali kita berjalan bersama kini mulai kering dan berjatuhan
Kehidupan terasa seperti mimpi saat kamu dan aku kini tak lagi bersama
Kini aku mulai merasa  aku kehilanganmu

Mencintaimu adalah hal keharusan untukku tapi entah untukmu
Kesetiaan ini akan terus ku pertahankan, hingga nafas ini tak lagi mau bernafas untukmu
Kamu bagaikan mimpiku, indah tapi tak dapat ku merasakannya dengan nyata

Setiap kali aku menginginkanmu kembali, disaat itu juga aku mulai takut menyakitimu kembali,  bahkan aku trauma, tak ingin lagi aku mengenal cinta
Aku terpuruk, aku tak bisa bangkit, dan bahkan untuk tersenyum pun aku tak bisa
Kehidupan terasa gelap, menyeramkan, menyedihkan, entah kapan akan berakhir  dan entah kapan harus begini

Hingga airmatapun tak mampu mewakili kesedihan ini,
Terkadang aku ingin berontak berteriak sekeras mungkin, tapi aku selalu tak bisa melakukannya mencoba dan terus mencoba untuk mempertahankanmu hingga akhirnya aku sadar ketika kamu mengatakan "Aku tak pernah Bahagia denganmu Anang"  :)





                                                                                                                                                                                    Pencipta : Anang ma'ruf